Waktu kecil,
ibu sering membuat nasi kuning sebagai bekal ke sekolah terutama setelah
ulangan kenaikan kelas. Biasanya pada hari kenaikan kelas, ada acara makan-makan
dimana masing-masing murid membawa bekal dari rumah.
Nasi kuning
menjadi menu favoritku. Apalagi nasi kuning buatan ibu, sangat enak. Ibu dengan
piawai mengolah beras putih menjadi nasi berwarna kuning yang terasa gurih
dengan aroma yang khas. Diantara butir-butir nasi yang berwarna kuning itu ada irisan
bawang dan irisan sereh yang sudah digoreng. Dua campuran itu berangkali yang
membuat nasi kuning ibu terasa sangat enak. Selain itu, ibu selalu melengkapi
nasi kuning tersebut dengan sambal tomat dan telur itik yang direbus.
Seiring waktu,
aku mulai mengenal banyak makanan yang lain, sehingga perlahan aku tidak lagi
begitu suka nasi kuning. Mungkin juga karena bukan lagi ibu yang memasaknya. Cita
rasanya berbeda.
Lidahku telah
terbiasa dengan nasi kuning plus aroma bawang dan sereh goreng di tambah sambal
tomat dan telur rebus. sehingga ketika aku tidak menemukan itu di nasi kuning,
auto otakku aktif dan mengirim pesan ke idahku untuk berani mengucap bahwa nasi
kuningnya tidak enak. Akhirnya jika makan di luar, aku berpikir untuk memilih
nasi kuning di antara deratan menu-menu lain.
Namun dua
malam lalu, aku tidak punya pilihan lain, hanya nasi kuning. Ceritanya malam
itu ada rapat di kantor ditambah ada beberapa kerjaan yang belum selesai
sehingga aku memutuskan menginap. Tidur di ruang kerja bukan hal yang baru
bagiku. Ketika ada banyak kertas di atas meja, terkadang aku memilih
menyelesaikannya ketimbang pulang tidur.
Aku lalu
meminta tolong teman untuk membeli nasi, mengingat besok aku mau berpuasa,
sehingga merasa perlu untuk sahur. Sebenarnya yang kubayangkan adalah nasi
putih, tapi ketika teman datang, malah dia membawa nasi kuning. Katanya warung
pada tutup. Kebetulan waktu itu sudah menunjukkan angka 01.45 dini hari.
Aku lalu
menerima bungkusan itu dan langsung membukanya. Hmmm sama sekali tidak ada
aroma seperti aroma nasi kuning buatan ibu. Terlebih lagi pada saat memakannya,
sama sekali tidak ada rasa sebagaimana nasi kuning buatan ibu yang terasa gurih
dan beraroma wangi.
“Hmmm,
gambar nasi kuning”, gumamku sambil terus mengunyah nasi tersebut. Aku tidak
mampu memakan banyak, yah karena nasi yang berwarna kuning tersebut sama sekali
tidak ada rasanya. Mungkin dimasaknya tidak pakai santan sebagaimana ibu
memasak nasi kuning. Namun walaupun memakan gambar nasi kuning untuk sahur, aku
tetap kuat berpuasa besoknya.
No comments:
Post a Comment