Aku lagi menekuni laptop ketika kakak memintaku mengantarnya keluar.
Malam belumlah larut, baru sekira pukul 20.05. Aku lalu mengantarnya ke toko.
Dia berniat mencari kain bahan baju. Sayangnya kami tidak menemukan jenis kain
yang dia mau meski kami telah menyamperi beberapa toko. Kakak lalu meminta di
antar ke anjungan tunai mandiri. Setelah mengecek tiket untuk perjalanan kami
bulan depan, kakak memutuskan membeli tiket malam ini. Kebetulan dia akan
berangkat lebih cepat daripada aku.
Tidak lama antri, kakak lalu masuk, melakukan transaksi. Aku menunggu di
kursi yang disediakan di depan ruangan mesin ATM sambil memaikan HP. Beberapa
saat kemudian kakak keluar dan duduk di sebelahku. Aku masih asyik memencet
keypad di HP, sampai kemudian kudengar dia dia bersuara, menyampaikan bahwa dia
salah transaksi. Harusnya ditransfer tapi malah tarik tunai.
Saat kami ngobrol, seorang laki-laki keluar dari ruang ATM. Dia senyum
lalu berjalan ke arahku. Semakin dekat, dia mengangkat tangannya. Kupikir dia
mau berjabat tangan denganku.
Aku membalas senyumnya dengan ramah. Saat itu juga aku berdiri, tanganku
terlanjur terulur hendak menyambut tangannya yang ternyata hanya mau buang
sampah/ struk transaksinya. Ternyata ada bak sampah di kanan kursi yang aku
duduki. Untung kemudian dia menyambut tanganku setelah membuang gulungan
kertasnya di bak sampah.
Jelas dia bingung, karena dia tidak mengenalku sama sekali. Akupun
bingung karena setelah kuperhatikan, ternyata akupun tidak mengenal orang itu.
Lalu otakku bekerja dengan cepat.
“Masih ingat kan?” tanyaku, berspekulasi.
Senyumnya mengabarkan bahwa dia tidak mengenalku sama sekali.
Aku tertawa dalam hati. Iya akupun dak tahu dia siapa, hanya saja tangan
ini terlanjur terulur dan kami terlanjur jabat tangan.
“Aku, Asya, yang di SIMPUL, dulu.”
“Simpul?” Keningnya berkerut
“Iya, Simpul, tempat mangkalnya
Husni. Aku temannya Husni,” tambahku lagi. Tiba-tiba saja terlintas nama Husni
untuk kujadikan penjelas tentang siapa diriku.
“Husni…?” kalimatnya mengambang.
“Yang Polisi”, jawabku, dengan senyum meringis karena saat itu aku makin
yakin dak mengenal orang yang di depanku.
“Ooo”, lanjutnya sambil mengangguk-angguk. Tapi nada ooo-nya itu lucu.
Terdengar makin bingung. Ada beberapa lipatan di keningnya.
Aku yang berdiri di depannya tidak dikenalnya, lalu orang yang kusebut
barusan juga tidak dikenalnya. Aku menertawai diriku dalam hati. Apa boleh
buat, terlanjur berlaku ramah pada orang tersebut. Aku memaniskan senyumku yang
kurasa mulai kecut.
Hmmm, aku harus segera berlalu dari tempat yang mulai terasa tidak
nyaman. Kakak yang sejak tadi menyaksikan percakapan kami juga senyum-senyum
ramah kepada orang yang mungkin dikiranya teman lamaku.
“Ya, sudah aku dulu,” pamitku.
“Oh iya, hati-hati,” balasnya tak kalah ramah.
Aku lalu melangkah ke tempat parkir sambil menahan tawa dalam hati
Hahhahah, yah salah orang. Tapi lebih baik salah orang dari pada menjadi
orang salah.
No comments:
Post a Comment