Dalam
setiap perjalananmu kamu akan dipertemukan orang baik. Yang menjadi dewa
penolong saat kamu dalam situasi yang kepepet.
Jakarta, 14
Juli 2019.
Matahari kian condong ke barat. Aku baru saja tiba dari Pasar Tanah
Abang ketika kakak mengajak ku ke Bogor. Segera aku berbenah, mandi dan
berganti pakaian. Waktu sangat mepet, Magrib hampir menjelang.
Kami, ber-8 (delapan), lalu bergegas ke Stasiun Tanah Abang. Berbaur
dengan antrian panjang yang layaknya ular hendak membeli tiket. Berikutnya kami
mendapatkan kartu, lalu bergegas masuk stasiun dan menunggu kereta tujuan
Bogor.
Tidak berapa lama, kereta tiba. Kami ikut berjejal menaiki kereta
tersebut. Kondisi kereta lumayan penuh, mengingat hari sudah sore. Sepanjang
perjalanan aku tidak mendapat tempat duduk. Tidak masalah berdiri dari Jakarta
hingga Bogor, asal kami bisa tiba di Bogor, itu sudah lebih dari cukup.
Dalam perjalanan kami pun tak lepas dari rasa was-was melihat jarum jam
yang bergerak detik demi detik. Hari ini kami mendapat kesempatan untuk
mengunjungi Dhyba hingga pukul 21.00 malam. Sementara waktu sudah menunjukkan
pukul 19.30.
Tiba di Bogor nanti, kami pun harus naik Grab lagi untuk menuju lokasi
Dhyba, yang saat itu menginap di Sentul, tepatnya di Mess PMPP TNI ( Pusat Misi
Pemeliharaan Perdamaian Tentara Nasional Indonesia).
Untuk mengisi waktu, aku lalu mengobrol dengan kakak dengan menggunakan
bahasa daerah (Bugis). Setelah obrolan kami selesai, seorang ibu yang duduk di
samping kakak lalu menyapa kakak. Dia mengenalkan dirinya sebagai suku Bugis.
Kami berasal dari daerah yang sama, Makassar. Ibu itu lalu menyarankan kami
turun di Stasiun Bojong Gede, karena Sentul lebih dekat dari Bojong Gede di
banding dari Kota Bogor.
Akhirnya kami sepakat turun di stasiun Bojong Gede. Setengah berlari
kami keluar dari stasiun. Mencari posisi yang baik untuk kemudian mengorder
Grab. Untuk ini bukan perkara mudah. Bojong Gede penuh sesak. Manusia dan
kendaraan bersileweran. Kami lalu berjalan sekitar 100 meter dari stasiun.
Karena ber-8 (delapan), kami lalu mengorder 2 grab. Aku dan kakak
berpisah. Dia gabung bersama suaminya dan kerabat kami dari Samarinda.
Sedangkan aku gabung dengan keluarga dari Makassar.
Dalam suasana yang hiruk pikuk dan serba buru-buru itu, aku kemudian
berhasil mendapatkan Grab. Oleh driver, aku diarahkan untuk berjalan beberapa
meter lagi karena tidak dibenarkan Grab mengambil konsumen di area stasiun
mengingat di sekitar situ ada banyak gojek yang beroperasi.
Aku berjalan melintasi rel kereta. Dan menunggu Grab di depan warung mie
ayam seperti yang diarahkan oleh driver. Tidak berapa lama grabnya tiba. Kami
berangkat. Sementara rombongan kakak belum berhasil menemukan grab.
Sentul yang kami tuju ternyata masih jauh. Butuh waktu sekitar 45 menit
untuk tiba disana. Itu dengan catatan kondisi jalan sedang tidak macet. Waktu
menunjukkan pukul 20.00. Aku jadi cemas. Apalagi kondisi jalan cukup ramai dan
beberapa kali perjalanan kami melambat karena macet.
HP ku berdering. Kakak menelepon, mengabarkan bahwa rombongannya belum
mendapatkan grab sampai saat ini.
Beberapa saat kemudian HP ku kembali bordering. Dhyba menelepon
menanyakan posisi ku serta menyampaikan batas waktunya untuk bisa bertemu
keluarga yang sisa beberapa menit.
Adalah Indra, yang mengantar kami malam itu, setelah mendengar
percakapan aku dengan Dhyba, dia lalu berinisiatif mengambil jalan kompas
menuju Sentul. Kami sedang mengejar waktu. Hampir setiap saat aku bertanya
berapa menit lagi. Begitu juga Dhyba hampir tiap menit menanyakan posisi kami.
Aku lalu menyabarkan Dhyba, meyakinkan bahwa aku bisa tiba sebelum jam
berkunjung habis. Sambil sekali-sekali aku bertanya pada Indra berapa jauh
lagi.
Akhirnya kami tiba di lokasi yang di share Dhyba. Mess PMPP tersebut
berada di ketinggian. Melewati jalanan berkelok dan mendaki.
Aku berlari menuju lokasi pertemuan, di mana Dhyba telah menunggu sejak
pukul 16.00. Mengingat itu aku jadi sedih memikirkan ponakanku yang tentunya
sangat mengharapkan kehadiran kami. Alhamdulillah akhinrya kami bertemu. Kami
berpelukan. Senyum sumringah di bibirnya cukup menenangkan hatiku.
Kami lalu mengambil tempat di deratan meja dan kursi yang telah
disiapkan untuk pertemuan dengan keluarga. Tidak banyak obrolan kami malam itu,
mengingat waktu berkunjung hampir habis. Aku hanya mensupport dia, memintanya
menjaga kesehatan untuk persiapan acara pelantikan PAJA (Perwira Remaja) Akpol
2019 di Istana Negara. Sekaligus menyampaikan salam dari ibunya yang tidak bisa
menjangkau Sentul karena macet. Kami masih mengobrol ketika Dhyba dan
kawan-kawan mendapat panggilan untuk apel. Waktu berkunjung selesai. Aku
bersyukur ada waktu sekitar 10 menit duduk bersama Dhyba, sekedar mendengar
kisahnya hari itu dan melihat senyumnya yang bersemangat. Kami lalu mengambil
beberapa poto lalu berpisah.
Kembali ke Indra. Dalam perjalanan berangkat tadi, kami sudah meminta
dia menunggu. Mengingat kondisi jaringan di Sentul yang kurang bagus (susah
untuk order grab) dan tentunya susah mendapatkan kendaraan umum lagi karena
lokasi tersebut cukup jauh. Kami merasa beruntung, Indra bersedia menunggu
kami. Maka perjalanan kami PP Bojong Gede-Sentul-Bojong Gede diantar Indra.
Dalam perjalanan pulang itu yang kondisi jalannya penurunan, Indra baru
menyadari bahan bakar mobilnya tidak seberapa. Karena kepanikanku waktu
berangkat dan karena mengejar waktu membuat dia lupa kondisi bahan bakarnya.
Waktu berangkat, aku yang was-was, dan waktu pulang gantian Indra yang
was-was. Dan betapa bersyukurnya kami
ketika mendapati Pom Bensin di sisi kanan jalan.
Perjalanan kemudian dilanjutkan. Selanjutnya kami mengejar kereta
terakhir menuju Jakarta. Kami lalu meminta lagi ke Indra, seandainya kami
ketinggalan kereta, kami meminta dia mengantar kami pulang. Dia pun setuju,
sehingga kami merasa agak lega.
Aku bersandar di jok kursi belakang. Mencoba menikmati sisa perjalanan,
mengingat dari berangkat hingga pulang dari Sentul merasa tegang terus. Indra
membawa kendaraan dengan kecepatan sedang. Jalanan masih ramai, sehingga
lagi-lagi beberapa kali perjalanan kami melambat. Tapi kali ini aku tidak lagi
was-was. Toh kalaupun ketinggalan kereta, aku masih bisa tiba di Jakarta malam
mini.
Kami lalu berpisah dengan Indra di depan stasiun. Dia menunggu beberapa
menit untuk memastikan kami masih mendapat kereta terakhir.
Terima kasih, Indra.
Entah bagaimana jika tidak bertemu dengan dia malam itu. Bisa jadi kami
tetap mendapatkan grab, tapi belum tentu mau mengambil jalan pintas yang gelap
dan sepi demi mengejar waktu. Bisa jadi kami mendapatkan grab malam itu, tapi
belum tentu bisa mengerti kondisi kami.
Terima kasih, Indra yang hingga kereta terakhir berjalan masih memantau
kami di mana dan tiba di Jakarta jam berapa. Semoga dapat bertemu kembali dalam
suasana yang lebih santai, bukan lagi berkejaran dengan waktu. Semoga segala
urusan Indra dilancarkan dan rezekinya dimurahkan. Aamiin.
Aku percaya, bahwa pada setiap perjalanan, Tuhan telah menyiapkan jalan
keluar untuk semua situasi yang tidak bersahabat. Hanya untuk itu terkadang
kita perlu berusaha lebih keras, salah satu contohnya, aku mesti berjalan
melintasi kereta api malam itu.
#tripjuli2019